Rabu, 15 Maret 2017

[wiRABUsaha] Distributor vs Ritel

Wirabusaha is coming again!

Gak kerasa udah sebulan blog ini gak update #eh. Kalo nggak gara-gara kolaborasi sama Manda di saudagarsaham.id, mungkin blog ini bakal bulukan deh. Soalnya, sesuai rencana awal bikin domain investasiemak.com, pengennya sih banyak bahas tentang investasi dan usaha buat emak-emak. Tapi berhubung daku newbie di dunia usaha maupun investasi, jadi asal mau nulis pasti kena penyakit bingung mau mulai dan takut salah tulis. Akhirnya ya nggak jadi nulis-nulis ya, hihi.

Untungnya sih ada rubrik kolaborasi kayak gini. Masih tiap bulan dulu. Belum kuat soalnya kalau harus tiap minggu, karena membahas usaha dan investasi cukup 'berat' buatku.

Nah, setelah diskusi via WA dengan Manda. Kami putuskan bahwa tema bulan ini adalah. Jeng. Jeng. Jeng.

Distributor vs Ritel


Kenapa kita mengangkat tema itu? Ya karena kita berdua mengalami dua hal itu. Manda bergelut di usaha ritel toko kelontong, dan aku sendiri bantu suami sebagai distributor obat tanaman. Dari segi produk sih nggak berhubungan ya. Tapi dari sisi kegiatan usaha, kami ini saling berhubungan lho. Soalnya Manda pasti butuh barang dari distributor untuk didisplay di tokonya. Dan aku sendiri butuh ritel untuk membantu memasarkan barangku.

Baca tentang menjadi pengusaha ritel ala Manda: Serunya Menjalankan Bisnis Ritel

Nah kalau bagianku, tentang pengalaman menjadi (istri) ditributor nih. Hehehehe

Apa dan bagaimana menjadi distributor?

Jadi kalau dibuat skema, produk dari perusahaan itu akan melewati rantai distribusi sebagai berikut:

Perusahaan/Pabrik
 |
Distributor
|
Ritel/toko 
|
Konsumen

Nah, distributor sendiri ada distributor besar, distributor kecil, dan distributor yang merangkap ritel. Enaknya jadi distributor, kita nggak perlu lokasi strategis untuk memasarkan produk. Tapi, kita harus punya ruangan yang cukup untuk gudang penyimpanan sementara produk dari pabrik ke ritel. Nah, modal apa sih yang harus dipunya untuk menjadi distributor?

1. Koneksi
Menjadi distributor itu yang utama adalah memiliki koneksi. Ya iyalah, soalnya kan kita penghubung antara perusahaan dan ritel yang akan memasarkan produk. Nggak sembarang orang bisa jadi distributor.

2. Badan hukum minimal CV
Karena dengan menjadi distributor kita akan berurusan dengan perpajakan dan berbagai macam surat menyurat, maka untuk menjadi distributor resmi memerlukan badan hukum minimal CV.

3. Gudang yang memadai
Sebagai distributor, kita akan memerlukan pemesanan produk ke pabrik dalam jumlah besar (supaya dapat harga murah, margin keuntungan lebih besar). Tapi, seringkali produk tersebut tidak langsung disetorkan kepada ritel, ya kan? Oleh karena itu, kita perlu gudang yang memadai untuk menyimpan produk yang belum didistribusikan.

4. Armada yang mumpuni
Namanya juga distributor, tugasnya ya mendistribusi produk. Tentu perlu armada yang mumpuni untuk mendistribusi produk. Minimal mobil pick up lah. Dulu sih awalnya aku kira pakai mobil minibus cukup, ternyata kalau cuma minibus ngga cocok costnya, soalnya mobil biasa kapasitasnya kan terbatas.

5. Mental yang kuat
Ini sih mental yang harus dipunyai semua pengusaha. Dalam proses menawarkan produk ke toko/ritel pasti ada saja penolakannya. Belum lagi kadang ada pungli di jalan (sekarang sudah jarang sih). Fisik juga harus kuat. Karena tak jarang kita harus bongkar muat barang sendiri. Kalau untuk yang satu ini sih suami nggak izinin aku ikutan angkat-angkat. Suruh madep laptop ngurusin admin aja katanya. Hihi

Nah, berhubung kolab kali ini tentang Ritel vs Distributor, jadi dari kacamata distributor, daku punya beberapa harapan yang semoga dimiliki setiap ritelku, hihihi..

1. Ritel yang pembayarannya lancar

UUD, ujung-ujungnya duit. Tentu sebagai distributor berharap setiap ritel tertib melakukan pembayaran. Soalnya para distrubutor juga dikejar kredit pelunasan produk sampai 45 hari kerja saja. Kalau pembayarannya nunggak, bayar tunggakan ke pabriknya gimana? *melas.

2. Ritel yang ramai, jadi barangnya cepat habis

Setiap ritel pasti berharap begini juga dong ya. Tokonya laris manis, perputaran produk dan uang jadi lancar. Kalau ada ritel yang begini, dijamin jadi rebutan para distributor deh.

3. Ritel yang bersahabat

Okelah nggak semua ritel bisa lancar pembayarannya, karena penjualan produk juga kadang tidak bisa diprediksi. Tapi paling nggak, jadilah ritel yang bersahabat dan kooperatif. Ketika sudah waktunya tagihan ternyata produk belum laku juga, ya jujur saja bilang ke distributornya. Mau kasih tenggat waktu lagi, atau produk ditarik saja? Jangan bayarannya digantungin, tapi produk nggak juga dikembalikan. Kalau expired kan distributor juga yang menanggung resikonya.

Kayaknya tiga poin itu dulu aja deh ya? Toh kami sebagai distributor juga tidak sempurna, yes?

Any question so far, boleh banget dikomen yaaa..

2 komentar:

  1. butuh keberanian untuk memulai, dan enjoy dengan semua yang terjadi di dalam usaha itu. Beneran belajar roda kehidupan itu di bisnis. ^_^

    BalasHapus