Kamis, 30 November 2017

Teliti Sebelum Membeli Asuransi. Jangan Seperti Ini!


Disclaimer: Ini murni pengalaman pribadi seseorang yang 'terjebak' pada suatu produk perbankan yang katanya memberi manfaat investasi dan proteksi. Nyatanya manfaat itu tidak maksimal digunakan, dan belakangan baru sadar kalau ternyata penulis salah pilih produk asuransi. Jadi, yang salah BUKAN produk asuransinya ya, tetapi penulis sendiri ^_^

Tahun 2009. Tahun awalku bekerja. Sebagai seorang single yang bekerja, aku bersyukur bisa menabung dari hasil kerjaku. Lalu, suatu hari aku dikontak salah satu teman SMUku, dia mengajak ketemuan. Temu kangen lah bilangnya. Eh nggak tahunya aku diprospek untuk ikutan asuransi unit link perusahaannya. Karena nggak enak sama teman, plus aku nggak punya referensi apa-apa buat memutar tabunganku yang nggak seberapa itu, akhirnya aku setuju untuk membuka polis asuransi di perusahaanya.*klasik banget ya 'kecebur'nya aku di asuransi plus investasi ini.

Seiring berjalannya waktu, barulah aku menyadari bahwa aku salah memilih unit link sebagai armada investasi. Ya, aku sama sekali abai perihal manfaat asuransinya yang dituangkan dalam segepok polis berisi pasal-pasal. Yang aku mau tahu cuma, kalau dalam waktu sekian tahun, duitku jadi berapa. Itu aja! Soalnya mau manfaatkan fasilitas asuransi juga udah males ribet administrasinya. Dan Alhamdulillah sih emang selama pegang polis itu daku sehat-sehat saja (emang akunya rada malas berobat juga kalo sakit, xixixi). Satu-satunya momen aku mondok di rumah sakit adalah saat melahirkan, itu termasuk yang nggak dicover asuransi ini. Lah, kagak guna dong selama ini bayar premi? Lah iya, emang useless. Tapi, ada tapinya dong. At least selama beberapa tahun pegang asuransi itu, aku diproteksi kalau-kalau terjadi musibah aku meninggal dunia. Cuma, manfaat kek begini kan nggak kelihatan. Kata suami mah, ribet amat asuransi begituan. Tapi aku ikut asuransi murni pakai duitku, doi ya terserah aja jadinya.

Kenapa Akhirnya Beneran Berhenti?

Tahun 2014 aku berhenti kerja. Otomatis sumber dana buat bayar premi juga terhenti. Baru deh aku hitung-hitung lagi. Pos buat premi bisa buat makan sebulan. Lagian aku nggak dapat manfaat apa-apa selain apa yang disebut 'proteksi'. Ya kalo sekarang 'proteksi' belum penting, mending duit proteksi itu buat makan sekeluarga. Lebih berfaedah kan yes? Dan yang bikin aku makin yakin buat nutup polis itu adalah, ternyata kenyataan tidak seindah ilustrasi. Di ilustrasi digambarkan setelah sekian tahun, investasiku akan berkembang menjadi sekian. Kenyataannya, hasil investasi di bawah ilustrasi. Petugasnya bilang ini terkait dengan kondisi perekonomian Indonesia dan dunia yang sedang tidak stabil. Pret lah. Mana ada urus aku. Kalau aku suruh maklum sama kondisi ekonomi, mending aku investasikan sendiri sekalian, lah ngapain mahal-mahal bayar manajer investasi kalau nggak becus mengembangkan modal kita. Mungkin manajer investasinya sih nggak bego-bego amat. Tapi, namanya unit link, tiap bulan pasti ada premi yang dibayarkan untuk asuransi. Parahnya, yang beginian mereka bilangnya cuma dibayar 5 tahun pertama. Lah aku dah ikut 7 tahun, masih kena biaya yang nggak sedikit juga. Kayak gitu caranya, ya jelas habis lah dana investasinya.

Nah, waktu galau-galaunya aku antara mau lanjutin polis ini atau nggak, bapakku tanya gini:
"Lah kamu niat awalnya mau untuk proteksi apa investasi. Kalau proteksi, ya terusin. Investasinya itu bonus, jangan diharap besarnya. Tapi kalau untuk investasi, ya mending berhenti, karena jelas nggak menguntungkan."

Jleb. Aku sadar nggak mungkin merengkuh keduanya. Danaku saat ini terbatas, jadi aku harus memilih antara proteksi atau investasi. Dan jelas pilihanku adalah investasi. Aku harus mengorbankan untuk tidak membeli proteksi lagi. Aku putuskan untuk menghentikan polis asuransi unit link yang sudah berjalan 7 tahun itu. Jangan ditanya dapatnya berapa. Syukur masih ada dana yang bisa ditarik. Mayan buat tambah-tambah modal suami sedikit. Gitu aja.

Beralih ke Reksadana dan Produk Pasar Modal PURE Investasi

Gak ada noda nggak belajar. Gara-gara kejebak asuransi unitlink (aku bilang kejebak, soalnya aku gak merasakan manfaatnya tuh, masih mending nabung biasa deh-golongan nggak pro asuransi-nggak sampai anti juga sih), aku jadi sedikit-sedikit belajar soal investasi, khususnya investasi di pasar modal. Awalnya getol belajar reksadana, soalnya ini kan komponen investasi di unit link ku tempo hari. Dan Alhamdulillah benar-benar mencicip pasar modal sesungguhnya setelah gabung ke sekuritas yang ada di kampus D3 Ekonomi UGM (berkah kuliah lagi, jadi nemu sarana investasi yang kali ini betulan pure investasi). Sejauh ini sih memang belum berefek signifikan pada hasilnya, tetapi setidaknya aku tidak was-was akan berkurangnya saldo setiap bulan karena biaya. Dan, di pasar modal, terutama bila nyemplung langsung ke jual beli saham, kita nggak bisa lagi tuh nyalah-nyalahin manajer investasi. Di saham, kita jadi manajer buat diri kita sendiri. Untung buat sendiri, rugi ya rasain sendiri. Dan ini fair buatku.

So, buat kamu yang mau memilih asuransi. Bersihkan dulu deh mindsetmu dari yang namanya dapetin untung. Asuransi itu proyek rugi, karena kita 'membeli proteksi'. Kalau ada yang bilang nanti ada tambahan manfaat investasi, itu cuma bonus, jangan diharap-harap. Jangan juga berekspektasi berlebih sama ilustrasi yang diberikan. Bisa sama dengan ilustrasi aja bagus, yang ada lebih jeblok biasanya. Dan, itu agen kalo ditanya kenapa jeblok, jawabannya pasti mbulet dan bikin kita berasa kuliah 3 sks keuangan. Hahaha!

Mending fokus aja, asuransi murni atau investasi murni. Sekarang mah akses untuk investasi gampang banget. Mau nyemplung di pasar modal tinggal buka akun di sekuritas, bisa beli 500an saham di bursa. Kalau nggak mau repot, beli reksadana atau investasi emas juga dah gampang banget sekarang. Itu sih insightku saja ya. Yang nyaman sama unitlink sih pasti banyak. Kalau buat yang low budget kayak daku, nggak deh.

Referensi yang bisa dibaca: Selami Asuransi demi Proteksi Diri

Selasa, 28 November 2017

Kebiasaan Bijak yang Bisa Bantu Mekarkan UMKM Indonesia

Selama ini, pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran besar dalam menghidupi roda perekonomian Indonesia. Paham akan hal itu, aku pun jadi tertarik untuk mendukung mereka, ‘pahlawan-pahlawan’ ekonomi negeri. Ini karena, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakri mengatakan, kita semua seharusnya turut berpartisipasi aktif untuk membantu pengembangan UMKM agar lebih optimal.
Pemerintah sudah berupaya memberikan berbagai macam pelatihan dan keterampilan untuk memberdayakan pelaku wirausaha dan UMKM dalam menghadapi persaingan global. Lalu, bagaimana dengan kita? Apa ya yang bisa kita lakukan untuk turut andil dalam hal ini? Jawabannya ternyata sudah aku temukan dan cukup mudah untuk dijalani. Yup, urunan!
Melakukan urunan atau menyumbang dana (pendanaan) adalah salah satu bentuk gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia, gotong royong ini sudah menjadi budaya atau ciri khas sejak zaman dahulu, serta dianggap sebagai perwujudan nyata dari semangat persatuan. Bagiku, jika urunan ini dijadikan sebuah kebiasaan oleh seluruh warga Indonesia, aku yakin langkah ini bisa bantu mengembangkan UMKM Indonesia.
Urunan, atau lebih tepatnya lagi disebut sebagai crowdfunding, sebenarnya sudah banyak diterapkan di bidang keuangan luar negeri. Cara ini merupakan suatu metode alternatif pendanaan bisnis. Singkatnya, crowdfunding adalah praktik pendanaan suatu proyek atau usaha dengan cara mengumpulkan dana dari sejumlah orang.
Di era digital ini, crowdfunding bisa kita selenggarakan dengan memanfaatkan teknologi internet. Salah satu wadah yang bisa dijadikan tempat untuk melakukan crowdfunding ialah Mekar, sebuah situs fasilitator yang menghubungkan antara berbagai pelaku usaha yang membutuhkan modal dengan publik sebagai pendana yang ingin berinvestasi.
http://mekar.id/, situs yang memfasilitasi crowdfunding 

Bagai menyelam minum air, dengan melakukan crowdfunding di Mekar ini, kita bukan hanya berupaya bantu menyukseskan UMKM di Indonesia, tapi akan ada pula reward (keuntungan) yang bisa kita dapatkan sebagai pemberi dana.
Mekar memiliki dua model pendanaan pada platform crowdfundingnya yaitu berbasis pre-order dan bagi hasil. Pada basis pre-order, urunan yang kita lakukan adalah pembelian dengan pemesanan awal produk yang mereka hasilkan, sehingga secara tak langsung kita bantu mendanai proses produksi mereka. Sedangkan pada basis bagi hasil, kita akan bantu mendanai usaha mereka dan kemudian kita mendapatkan presentase keuntungan dari penjualannya.
Nah, niat baik untuk membantu UMKM kini sudah terbuka jalannya dan tidak sulit untuk kita lakukan, bahkan juga menguntungkan. Jadi, kamu mau pilih crowdfunding basis apa nih untuk bantu majukan perekonomian Indonesia?
Bagi kamu yang mau ikutan crowdfunding di Mekar seperti pengalamanku ini, kamu bisa gabung dan cari informasi cara kerjanya di sini.
Keep learning and do good investing, y’all! ^_^

Kamis, 09 November 2017

Cintai Pekerjaanmu, Syukuri Rezekimu


Deux jours, une nuit/Two Days One Night adalah sebuah film drama Belgia-Perancis-Italia 2014 yang ditulis dan disutradarai oleh Dardenne bersaudara serta dibintangi oleh Marion Cotillard dan Fabrizio Rongione. Dapat referensi film ini dari IG ibuberbagibijak. Kebetulan akun ini banyak share tentang finansial, jadi pastinya ada pelajaran tentang masalah finansial di fim ini. Bercerita tentang seorang ibu yang tengah depresi dan terancam dipecat dari pekerjaannya. Padahal pekerjaannya sekarang adalah satu-satunya sumber pemasukan keluarga. Awalnya dia berpikir untuk merelakan saja pekerjaan itu dan semakin tenggelam dalam depresinya. Namun support dari sahabat di lingkungan kerjanya dan (mantan?) suaminya membuatnya bersemangat untuk mempertahankan pekerjaan ini.

Hanya ada waktu dua hari dan satu malam untuk memperjuangkannya! Akan ada voting bagi seluruh karyawan dengan pilihan yang sulit: memilih si ibu ini tetap bekerja tetapi kehilangan bonus 1000 euro atau memilih bonus 1000 euro dan si ibu dipecat. Pilihan yang pelik ya? Di satu sisi, siapa sih yang nggak pengen bonus segitu banyak? Di lain sisi, masak iya tega dapatin bonus dengan mengorbankan rekan kerja sendiri? Si ibu sebenarnya sadar sesadar-sadarnya kalau mayoritas temannya pasti memilih bonus daripada dirinya. Tetapi dia juga sangat butuh pekerjaannya sekarang. Dia butuh pemasukan untuk membayar tempat tinggal dan makan keluarganya.

Lalu, bagaimana akhir dari polling perusahaan tersebut? Akankah si ibu kembali mendapatkan pekerjaannya, atau justru dia tetap angkat kaki? Endingnya boleh dibilang ngambang. Happy ending nggak, tapi sad ending juga nggak. Yang jelas ada 3 pelajaran besar yang bisa diambil dari film ini.

1. Kesehatan adalah aset paling berhaga. Jagalah selalu.

Menjaga tubuh dan kesehatan itu penting sekali. Jangan biarkan dirimu larut dalam depresi seperti yang dialami ibu ini (sayangnya tidak diceritakan depresinya kenapa, tapi yang jelas si ibu sudah sampai ketergantungan obat anti depresi). Sifat si ibu yang pesimis membuatnya gampang tersulut kesedihan. Hanya karena bosnya punya rencana memecatnya, dia jadi sangat stres dan terus-terusan manangis. Selidik punya selidik, ternyata alasan si bos mau memecatnya adalah karena si bos nggal mau punya anak buah penyakitan. Penyakit depresi si ibu dianggap akan mengurangi kinerja perusahaan. Setelah tahu alasan tersebut, si ibu sempat sesak nafas dan merutuki kenapa dia harus depresi. Tetapi akhirnya dia sadar harus menunjukkan dirinya baik-baik saja. Biar si boss sadar keputusannya salah!

Betapa bersyukurnya kita yang masih diberi nikmat kesehatan sehingga tidak perlu bermasalah dengan pekerjaan seperti yang dialami ibu ini.

2. Tetaplah berpikir positif dan yakinlah bahwa tidak semua dinilai dari uang.

Awalnya si ibu selalu pesimis dan merasa dirinya tidak berharga. Merasa gagal karena terancam dipecat. Padahal memang pada dasarnya saja perusahaan sedang mengurangi anggaran. Dan dia merasa seperti pengemis dengan meminta rekan-rekan kerjanya memilih dia dibandingkan bonus yang cukup besar. Ternyata, tidak semua temannya lebih memilih bonus. Banyak juga yang memilih dirinya dibandingkan bonus. Hal ini yang kemudian dapat membangkitkan kepercayaan dirinya.

See, rekan kerja yang berperasaan adalah investasi tersendiri. Sibibu sendiri digambarkan sebagai sosok yang baik selama bekerja. Sehingga banyak rekan kerja yang kemudian membelanya. Beberapa memang lebih memilih bonus karena bonus tersebut sangat mereka butuhkan. Banyak juga yang sebenarnya enggan harus memilih, tetapi tetap memilih bonus.

3. Jangan berhenti perjuangkan hakmu dan percaya bahwa rezeki terbentang luas.

Si ibu benar-benar mendatangi rekan kerjanya satu persatu. Dia kesampingkan gengsi dan pikiran buruknya. Intinya dia berjuang sekuat tenaga demi pekerjaan ini. Akan tetapi, pada hari voting, dia tidak terlalu berharap bahwa dia akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan ini lagi. Dia sadar, bila ternyata keputusan perusahaab dia harus berhenti bekerja, maka pasti akan ada pekerjaan lain yang dia dapatkan. Dunia kadang tidak adil, tetapi selama kita berpikiran positif, rezeki akan datang dari mana saja kok. Setuju?