Senin, 27 Maret 2017

Dilema Rumah Baru vs Rumah Bekas



Ini bukan artikel placement ya, ini murni pengalamanku dan suami memilih rumah untuk tempat tinggal kami di Palembang sekaligus untuk investasi di hari tua nanti.

Lokasi

Prinsip utama suami dalam memilih rumah adalah lokasi. Keadaan bangunan nomor dua, karena yang penting dalam investasi properti adalah pada lokasi. Semakin bagus lokasinya, maka semakin cepat harga tanahnya meningkat. Itu yang diharapkan dalam sebuah investasi, ya kan?

Dalam memilih lokasi, yang penting untuk diperhatikan adalah kondisi lingkungannya. Aman nggak lingkungannya? Jangan sampai salah pilih lokasi yang rawan pencurian dan kejahatan. Mau semurah apa pun harga yang ditawarkan, nggak usah deh. Lokasi yang kayak begini bakalan susah naik harganya. Boro-boro naik, jangan-jangan dijual pun nggak ada yang mau beli. Rugi kan?

Pertimbangan selanjutnya adalah bagaimana keadaan anak-anak disana? Soalnya anak-anak ini yang akan jadi teman main anak kita. Sebisa mungkin cari lokasi yang lingkungannya 'sekufu' dengan kita. Jadi bisa klop dengan tetangga. Stres juga lo kalau nggak bisa kompak dengan tetangga. Secara tetangga bakal jadi orang terdekat kita.

Setelah masalah keamanan dan keharmonisan dengan tetangga, kemudahan mobilisasi ke tempat kerja juga harus diperhatikan. Okelah, tempat kerja terlalu mainstream, ke tempat usaha deh (eeaa). Makin dekat lokasi tinggal dengan tempat usaha, berarti makin efisien biaya operasional. Lebih mudah memantaunya juga pastinya.

Dari beberapa pertimbangan itu, pilihan kami mengerucut pada lokasi rumah di sekitar Talang Kelapa. Beberapa pertimbangan memilih lokasi disana, antara lain:

1. Lokasinya dekat dengan tempat kerja. Jadi efisien di ongkos nantinya.

2. Talang Kelapa adalah daerah yang sedang berkembang. Secara harga sudah agak mahal, tetapi masih worthed untuk investasi.

3. Banyak pilihan perumahan, dari yang elit, biasa, sampai yang masih perkampungan. Dari yang masih tahap pembangunan, sudah siap huni, rumah bekas yang masih harus direnov, sampai rumah bekas yang sudah siap ditempati.

4. Mulai banyak pilihan seolah yang bagus untuk anak di daerah Talang Kelapa.

5. Dekat dengan jalur busway. Jadi kalau mau ke kota gampang aksesnya. (Ini sih hobiku sama Ais, ngebolang murah, haha)

Nah, poin ketiga ini ternyata sempat membuat kami berselisih paham. Di satu sisi aku pengennya cari rumah bekas yang siap ditinggali saja, sedangkan suami pengennya cari rumah baru yang pasti kualitas materialnya dan memungkinkan dimodif. Kebetulan rumah incaranku bangunannya sudah dari 2004 dan kualitas materialnya masih standar. Terus dari perselisihan kami, keluarlah plus minus rumah bekas vs rumah baru.

Rumah bekas

Plus:
1. Biasanya rumah sudah siap huni, dan kalau pun harus renov, pastikan tidak terlalu banyak renovnya.

2. Kalau ada apa-apa, kita bisa curhat sama pemilik rumah lama. Tipsnya sih, cari penjual rumah yang asyik, pastinya doi jual rumahnya sendiri, bukan perantara apalagi agen lelang rumah. Xixixi

3. Harganya lebih miring dan kalau beruntung dapat penjual yang butuh duit, bisa tuh dapat rumah bekas yang bagus dengan harga murah.

Minus:
1. Namanya bekas, kondisi rumah pastinya nggak sekece rumah baru. Perlu persiapan dana darurat untuk perbaikan rumah. Nah, pinter-pinter milih rumah bekas yang bagus deh kalo ini.

2. Siapkan biaya PPh 5%, BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) 5% setelah dikurangi NPTKP ( Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak), PPN, Biaya Balik Nama, dan biaya notaris. Biaya ini sih kesepakatan dengan penjual, tapi ada baiknya untuk dipersiapkan semua.

3. Tidak leluasa lagi untuk modifikasi.
Untuk kasus rumah bekas idamanku, bentuk bangunan sudah susah untuk direkayasa. Kalau buatku yang malesan ini sih nggak masalah. Tapi buat suami yang pengen modif-modif rumah, hal ini jadi bermasalah.


Rumah baru

Plus:
1. Bangunan baru, jadi dijamin masih prima kondisi rumah saat ditinggali nanti.

2. Lebih leluasa memilih lokasi karena biasanya developer memiliki banyak pilihan lokasi.

3. Masih memungkinkan untuk modifikasi bangunan. Tapi nggak bisa leluasa juga, soalnya rata-rata sedia tanahnya mepet.

Minus:
1. Harga pasti lebih mahal. Soalnya kita bayar developer juga kan.

2. Belum tentu langsung punya tetangga. Namanya perumahan baru biasanya masih sepi. Jadi agak krik2 juga kalau kanan kiri masih kosong. Enaknya sih mungkin syukurannya nanti bisa hemat, la tetangganya dikit. Hahaha.

3. Kalau ada apa-apa, bisanya curhat sama developer doang. Ya iya kalo developernya sibuk, nggak bakal ditanggepi deh. Apalagi kalau masalahnya soal kondisi rumah, term conditionnya biasanya tidak memungkinkan kita bisa banyak komplain.

Endingnya, kita harus pilih rumah yang mana nih ya?

0 komentar:

Posting Komentar