Jumat, 02 Juli 2021

Tahapan Pelajaran Finansial ke Anak



Sebagai orang tua yang baik, tentu kita ingin membekali life skill yang mumpuni ke anak kita. Sekolah yang terbaik, lingkungan rumah yang kondusif, fasilitas yang terbaik, dan lainnya. Tetapi ada satu life skill dasar yang kadang luput diperhatikan orang tua, yaitu pelajaran finansial. Orang tua umumnya enggan membicarakan masalah finansial ke anak dengan alasan takut membebani pikiran anak. Padahal, anak di usia tertentu bisa jadi partner diskusi finansial yang asyik, dan ini akan membiasakannya untuk cermat finansial dan mandiri. Bukankah goal utama kita sebagai orang tua adalah mendidik anak untuk mandiri dan berguna bagi masyarakat? Jadi keterampilan finansial adalah keterampilan dasar yang harus dipelajari. Dan ini nggak ada kursusnya, melainkan pembelajaran seumur hidup!


1. Pembelajaran finansial dasar: menahan keinginan


Pembelajaran finansial dasar dimulai dari mengajarkan anak untuk menahan keinginan. Tidak semua keinginan anak bisa dituruti. Butuh proses untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Misalkan ikut ibu berbelanja, buat kesepakatan jenis dan jumlah jajanan yang boleh dibeli. Misal ingin sepeda atau mainan yang agak mahal, nggak perlu langsung dikabulkan, tunggu beberapa waktu, karena di kehidupan nyata nanti dia perlu bersabar menabung dan investasi untuk membeli barang yang agak mahal. Kalau masih balita, ya cukup beri tenggat waktu, karena bocah segitu juga belum ngerti diajak hitung-hitungan. Cara ini juga efektif untuk mencegah 'impuls buying' pada orang tuanya juga. Karena sebagai orang tua pasti punya keinginan besar untuk menuruti semua kemauan anak.


Pembelajaran finansial dasar ini bisa dimulai dari saat anak bisa mengutarakan keinginannya, karena pada usia ini anak sudah bisa berkomunikasi dengan baik dan bisa belajar kompromi. 


2. Pembelajaran finansial menengah: cermat berhitung


Di usia sekolah anak biasanya punya jatah jajan. Saat itu adalah saat yang tepat mengajarkan cermat berhitung. Sekalian belajar matematika dasar gitu lo. Pengalaman sih anak lebih cepat nyantol belajar aritmatika (tambah, kurang, kali, bagi) kalau pakai analogi uang. Ya apa nggak? Hihi...

Baca: https://www.investasiemak.com/2019/02/pendidikan-keuangan-sejak-dini.html

Nggak ada istilah terlalu dini untuk mereka mengerti, oh ini murah, oh ini mahal. Karena ini juga demi kesehatan dompet orang tua lho! Jangan sampai anak belanja maruk sampai akhirnya belanjaannya mubazir. Beli mainan mahal sampai keuangan keluarga terganggu, eh ujung-ujungnya mainannya gak dirawat (biasanya kalau mendapatkan sesuatunya mudah, anak jadi kurang menghargai barang). Jangan biarkan yang seperti ini terjadi di keluarga kita. Perhitungan itu harus, walau jangan sampai pelit banget juga. 


Contoh konkritnya adalah memberi jatah jajan anak dan konsisten dengan jumlahnya. Jangan ditambah kecuali ada perjanjian, misal jagain adek dapat tambahan jajan sekian. Bukan berarti ngajarin anak matre, karena kenyataanya kita perlu matre untuk bertahan hidup, ya kan?


Misal anak punya keinginan barang mahal, ajak dia berhitung untuk tahu berapa lama dia menabung demi mendapatkan barang impiannya. Pada kenyataannya mungkin dia nggak sepenuhnya membeli barang dari tabungannya (kadang ada 'subsidi' dari ortu), tapi setidaknya sedari kecil dia belajar untuk cermat membeli dan akan lebih menghargai barang tersebut, belinya pakai perjuangan je!


3. Pelajaran finansial lanjut: biarkan uang bekerja!


Nabung dan bersabar nggak cukup untuk mandiri finansial. Perlu daya ungkit untuk lebih cepat mencapai target finansial, yaitu dengan investasi. Nah, pelajaran ini mungkin baru bisa diajarkan ketika anak SMP. Karena kalau masih terlalu kecil juga belum paham misalkan kenapa dia lebih baik beli anak sapi dibanding beli mainan, hihi. Kalau tahap ketiga ini sih, kita sebagai orang tua juga harus terus upgrade ilmu. Termasuk bagaimana hukum dan mekanisme kerjanya. Di tahapan ini termasuk juga mengajarkan anak untuk bisnis. Intinya mengajarkan anak bagaimana mengoptimalkan kerja uang sesuai kapasitas kita dan potensi anak. 


Ada orang tua yang profesinya karyawan, bisa mengajarkan investasi di reksadana, surat berharga pemerintah, saham, atau menabung emas. Untuk orang tua yang punya kapasitas sebagai pengusaha bisa mulai mengajarkan anaknya berbisnis. Nggak perlu takut anak jadi malas belajar karena kenal uang. Selama anak punya tanggung jawab dan rasa ingin tahu yang besar, pasti anak akan tetap rajin belajar. Ingat bahwa belajar nggak hanya di bangku sekolah, ya kan?


Menjadi orang tua memang pembelajaran seumur hidup. Selalu mohon kemudahan dalam mendidik anak, dan jangan lupa mengajak anak berbagi dan bersedekah agar harta lebih barokah.*mentang-mentang postingnya Jumat jadi ada hawa-hawa khutbah Jumat walaupun sudah mulai gak ada Jumatan karena pandemi, huhu.