Sabtu, 18 Juli 2020

Menilik Usaha Laundry via Laundy Show


Tapi ini bukan reality show, tapi film garapan Upi Avianto. Berkisah tentang pria yang biasa dipanggil Kokoh (diperankan Boy William) yang giat bekerja tapi karir begitu-begitu saja. Apalagi di kantor ada rekannya yang curang dan penjilat, tambah deh karir si Kokoh macet. Akhirnya dengan keadaan seperti itu, ditambah hobinya nonton acara motivasi, sampailah ia pada sebuah keputusan, RESIGN. "Saatnya menjadi bos bagi diri sendiri", gitu kata sang motivator.

Terus usaha apa dong? Yang ada di pikiran Kokoh adalah usaha laundry, karena ibunya berprofesi sebagai buruh cuci. Hmm, sampai disini aku heran kenapa ibunya cuma mentok jadi buruh cuci ya? Kenapa nggak dari dulu bikin laundrynya ya? Bukannya bermaksud skeptis sama buruh cuci, tapi digambarkan Kokoh ini cukup berada, kalo bisa punya rumah bagus, masak ngerjain cuciannya masih pake tangan? *ah penonton rese nih aku..

Tapi suka sih scene si ibu ngasih tips nyuci ke si Kokoh. Terus di sepanjang film juga si Kokoh selalu ngasih saran ke orang lain yang bajunya bernoda. Jadi inget hack ala five minutes craft gitu deh. Hihi

Nah, dari film ini kita bisa ambil pelajaran bahwa:

Untuk memulai usaha dimulai dari hal yang terdekat dengan kita. Bisa karena kita ahli di bidang tersebut atau dari kebutuhan sekitar kita. 

Kalau si Kokoh kan karena biasa membantu ibunya mencuci baju, jadi dia pede bakal expert di bidang ini.

Setelah menentukan bidang usaha, langkah selanjutnya yang diambil Kokoh adalah dengan mencari modal, dengan...

Menurunkan standar hidup

Karena sudah resign, mau nggak mau dia harus menurunkan standar hidupnya. Kalau yang biasanya kemana-mana naik mobil dan makan di restoran, setelah resign dia lalu menjual mobilnya dan ganti dengan motor biasa, terus makannya di warteg (btw dia sih masih tinggal sama ibunya, bisa lebih sering makan di rumah harusnya)

Menjual aset

Untungnya sih Kokoh punya aset berupa mobil ya. Jadi asetnya ini yang dijual untuk modal usaha. Kalau modelnya kayak Kokoh gini, jangan pinjem uang di bank dulu, karena usahanya masih trial and error dan Kokoh nggak punya penghasilan tetap.

Membeli modal kerja bekas yang berkualitas

Karena modal tergolong minim, untuk peralatan usaha bisa memakai barang bekas. Memang harus jeli dan detail kalau mau membeli barang bekas. Kalau beruntung, nggak jarang barang bekas justru kualitas materialnya lebih bagus dibanding barang baru. Untuk bisnis laundry Kokoh dia membeli beberapa mesin cuci bukaan depan bekas untuk usahanya. Nggak dijelasin dia bisa dapat sekaligus beberapa mesin cuci bekas berkualitas begitu. (Mereknya Electrolux cuy, dah lagend banget buat usaha laundry merek ini).

Tempat usaha harus strategis

Walau modal pas-pasan, untuk memulai usaha harus memilih lokasi yang strategis. Kokoh menyewa ruko yang cukup strategis  menjangkau pelanggan. Semakin banyak pelanggan maka cuannya akan semakin banyak kan ya..mantaps.

Merekrut karyawan sesuai jobdesknya

Sebagai mantan anak buah, Kokoh sadar pentingnya merekrut anak buah yang tepat. Asyiknya si Kokoh, dia nggak mensyaratkan karyawannya kudu yang terhebat. Dia masih mau mempekerjakan ibu-ibu rabun dan mbak-mbak jutek. Yang penting mereka punya atittude yang baik dan mau belajar.

Percaya rezeki tak tertukar

Konflik di film ini adalah ketika Kokoh mendapatkan saingan sesama pengusaha laundry. Sebut saja Cici. Klise banget sih konfliknya. Mereka saling perang harga, rebutan costumer. Sampai akhirnya sama-sama sadar bahwa mereka seharusnya kerjasama. Rezeki itu gak mungkin tertukar. Ada kalanya si Cici kebanjiran order, dan Kokoh yang membantu.

Ternyata, motivator sesungguhnya itu adalah orang terdekat kita..

Di awal film, terlihat kokoh sangat mengidolakan motivator di TV. Sampai akhirnya Kokoh sadar, motivator sesungguhnya adalah ibunya. Yang menjadi inspirasi hidupnya. Apalagi kemudian Kokoh melihat motivator idolanya ternyata jualan asongan. Nggak tau bangkrut, atau memang pekerjaan utamanya itu. Yang jelas nggak usah percaya casingnya orang yang gak kenal secara pribadi deh. Hihi!

Sabtu, 11 Juli 2020

Cerita Compound Interest dari Film Orang Kaya Baru

Ada anekdot yang mengatakan, "Orang kaya bakal makin kaya dan orang miskin bakal tetap miskin."

Sebenarnya ini perkara mental aja sih. Orang kaya bisa makin kaya karena mereka bisa menunda kesenangan. Setiap ada uang lebih, mereka akan investasikan. Instrumen investasinya juga mereka pilih dengan penuh pertimbangan. Intinya mereka bisa kaya karena bisa mengalahkan 'hawa nafsu'. Jadi, buat yang merasa hidupnya miskin, nggak perlu meratapi nasib, kita bisa kok merubah nasib itu dengan meningkatkan penghasilan, mengefisienkan pengeluaran, dan mengalokasikan uang yang disisihkan untuk investasi. 



Cerita di film Orang Kaya Baru menggambarkan apa yang disebut compound interest, dimana hasil keuntungan investasi kemudian diinvesatasikan kembali sehingga hasilnya menjadi sangat banyak! Memang agak nggak masuk di akal sih, 'crazy rich' begitu tapi berpura-pura hidup melarat. Kasian istrinya tuh, sampai ngumpat-ngumpat ketika tahu kalo suaminya selama ini punya uang banyak banget di bank dan selama hidup nggak ngasih tau.

Kekayaan harus diimbangi dengan mental kaya

Nah, mental keluarga ini diuji dengan kekayaan mendadak ini. Sempet sebel mereka jadi 'impulsive buying' gitu. Ya ibaratnya orang disuruh puasa tapi nggak tau essensinya berpuasa, pas buka ya jadi kalap. Disini mereka masih bermental miskin, pokoknya beli apapun, nggak mikir deh investasi. Tapi bagusnya sih mereka mengedepankan pendidikan, jadi uang warisan sebagian mereka pakai buat fasilitas pendidikan yang lebih baik.

Agar kaya dan kekayaannya bertahan, mental kaya harus ditanamkan. Selalu membeli sesuatu dengan pertimbangan matang, termasuk pilihan investasi untuk menggandakan kekayaan. Tahan diri untuk menikmati hasil investasi dan selalu investasikan kembali hasil investasi yang didapatkan.

Saat kaya, semua mendekat, kuatkan iman!

Saat kaya, semua akan mendekat, kita nggak tau mana yang benar-benar sahabat, mana yang musuh dalam selimut. Orang miskin mah gak bakal dilirik sama tipe benalu begini. Jadi sebenarnya, ketika kita nggak kaya (atau nggak tampak kaya), bakal lebih mudah menentukan mana yang layak dijadikan sahabat. Konflik ini kentara terjadi pada tokoh utama, yaitu Tika. Saat teman-teman yang dulu membully dia mendekat, benar saja ternyata mereka teman yang buruk. Tika dipaksa menegak obat yang ternyata narkoba, untung Tika segera ke kamar mandi dan melepeh obat tersebut. Dari situ Tika sadar bahwa nggak perlu penasaran sama 'kehidupan' orang kaya. Walaupun sudah berlimpah harta, bukan berarti kita lalu menjadi orang lain kan? 

Sedekahnya jangan lupa

Kekayaan untungnya nggak membuat mereka jadi serakah. Si ibu tetep ingat sedekah. Walau ada bau-bau pencitraan ya. Tapi soal niat sih nggak perlu diperbincangkan ya,  karena perlu diingat bahwa ada jatah kaum dhuafa di harta kita. Itu salah satu yang bikin orang kaya hartanya awet, karena didoain orang-orang kan ya. 

Compound interest gak cuma tentang bunga bank!

Walau terjemahannya 'bunga majemuk', tetapi pemahaman compound interest bukan cuma soal bunga bank. Karena setiap kegiatan reinvestasi yang berpeluang mendapatkan hasil berlipat dapat dikategorikan compond interest, istilah aja mungkin beda. Misalkan saja membeli seekor sapi terus menjualnya. Selisih harga jual ini kemudian diinvestasikan kembali. Selisih harga jual ini lama-lama jadi seekor sapi lagi. Nah gitu deh kira-kira.

Cari harta itu mudah (karena memang ada jatah rezeki masing-masing). Tetapi mempertahankan kekayaan tanpa menjadi orang lain dan pencitraan, kadang nggak semua bisa. Jadi syukuri saja kalo sekarang masih miskin, yang penting tetap berpikir kaya, konsisten menyisihkan dana sambil terus ditambah seiring waktu. Nggak usah urusin omongan orang. Dibilang pelit biarin, hihi. Niscaya kita akan menikmatinya di hari nanti dan memberi bekal yang cukup untuk keluarga *optimis